Sebagai Orang Kristen, Bolehkah Kita Menagih Hutang? Atau Merelakannya?
Sumber: jawaban.com

Finance / 19 August 2024

Kalangan Sendiri

Sebagai Orang Kristen, Bolehkah Kita Menagih Hutang? Atau Merelakannya?

Claudia Jessica Official Writer
468

Bukankah sebagai orang Kristen, kita dipertintahkan untuk memberi dan saling mengasihi?

Untuk menjawab kebingungan ini, jawaban.com melakukan wawancara eksklusif bersama seorang hamba Tuhan yang merupakan pakar keuangan yang berkecimpung di dunia finansial selama belasan tahun, Juhono Sudirgo.

Bagaimana seharusnya seorang Kristen menyikapi hutang?

Menurut Juhono Sudirgo, kita harus mengelompokan hutang ke dalam 2 jenis terlebih dahulu, yaitu hutang buruk (hutang konsumtif untuk kebutuhan sosial) dan hutang baik (hutang produktif untuk mengembangkan uang).

Ketika seorang Kristen memberikan hutang buruk untuk memenuhi kebutuhan sosial seperti membantu seseorang yang kesulitan makan atau membayar biaya pendidikan maka sebaiknya pinjaman tersebut dianggap sebagai pemberian.

“Kalau pinjaman sosial untuk konsumsi, saat yang meminjam tidak bisa makan, tidak bisa sekolah, kan saya udah merelakan uang tersebut. Bahkan sebenarnya sikap kita harus memberi. Artinya sudah menganggap uang tersebut bukan uang kita lagi,” jelasnya.

 

BACA JUGA: Bolehkah Orang Kristen Menolak Memberikan Pinjaman? Ini Jawaban Pakar Keuangan

 

Juhono menekankan bahwa dalam konteks pinjaman sosial, sebaiknya tidak perlu ada penagihan. “Jadi, gak usah ditagih sebenarnya. Kalaupun dia bisa mengembalikan, itu bisa jadi berkat lho buat dia,” ujarnya.

Dengan mengembalikan pinjaman, si peminjam membuka pintu berkat bagi dirinya sendiri, seperti yang diajarkan firman Tuhan dalam Alkitab.

Namun, jika si peminjam tidak mampu mengembalikan, si pemberi tidak perlu memaksa karena sejak awal, kita telah memberikannya tanpa berharap uang itu akan kembali.

“Firman Tuhan juga mengatakan, ‘orang fasik meminjam dan tidak mengembalikan/tidak membayar.’ Pada saat dia membayar, akan terbuka pintu berkat bagi dia,” pungkas Juhono.

Juhono menambahkan, pemberi tidak boleh menolak ketika peminjam membayar hutang karena kita dapat menutup pintu berkat si peminjam.

“Jadi kalau kita nolak, kita juga salah. Karena apa? Kita jadi menutup pintu berkat buat dia,” katanya.

Namun, Juhono menambahkan bahwa ketika uang yang telah kita berikan itu dikembalikan, maka uang tersebut sebaiknya disalurkan kembali kepada orang lain yang membutuhkan.

“Kalau uang itu kembali, saya bilang ini bukan uang saya dan akan cari siapa orang berikutnya yang membutuhkan untuk disalurkan kembali. Nah, ini bisa menjadi dana bergulir bahkan dana abadi,” jelasnya.

“Jadi kalau pinjaman untuk sosial tidak boleh ditagih. Tapi kalau dikembalikan, jangan ditolak,” tambahnya.

 

BACA JUGA: Bolehkah Orang Kristen Memberikan Pinjaman dengan Bunga?

 

Namun, lain halnya jika kita membicarakan hutang produktif atau uang bisnis. Juhono Sudirgo tegas mengatakan bahwa dalam konteks ini, menagih hutang adalah suatu kewajiban.

Juhono menegaskan bahwa hutang bisnis harus ditagih karena adanya perjanjian yang telah dibuat di awal. “Kenapa wajib ditagih? Karena kalau kita tidak tagih, kita tidak sayang dia. Kenapa begitu? Karena dia tidak hanya melanggar perjanjian, tetapi dia juga melanggar firman Tuhan sehingga nanti gak ada berkatnya,” papar Juhono.

Tentunya kita tidak menagih hutang dengan cara meneror pihak yang berhutang, melainkan untuk mengingatkan agar pihak tersebut tetap setia terhadap perjanjian yang telah disepakati.

Kesetiaan dalam menjalankan perjanjian bisnis tidak hanya mencerminkan integritas, tetapi juga menjadi kunci terbuka pintu berkat dalam usaha yang dijalankan.

Jika si peminjam tetap tidak mau membayar, maka langkah hukum bisa ditempuh sesuai dengan perjanjian awal. “Ada perjanjian, kita wajib mematuhi, dan Indonesia negara hukum, ada hukumnya. Wajib ditagih kalau itu berkaitan dengan kaidah bisnis,” tambah Juhono.

Sebagai orang Kristen, kita perlu memahami perbedaan antara memberikan hutang atau pinjaman yang baik dan yang buruk. Kita tidak dianjurkan untuk menagih hutang buruk untuk memenuhi kebutuhan hidup atau pinjaman sosial.

Namun, kita bisa menagih hutang produktif atau uang yang kita berikan kepada orang lain untuk menjalankan bisnisnya demi menjaga integritas dan membuka pintu berkat bagi si peminjam.

Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat menjalani kehidupan yang selaras dengan ajaran Alkitab dan tetap menjaga hubungan baik dengan sesama.

 

Sumber : Juhono Sudirgo
Halaman :
1

Ikuti Kami